Kamis, 24 November 2016

Sarasehan PKPT IPNU IPPNU Universitas Islam Malang



Kata eksistensi pastinya sudah tak asing lagi di telinga para mahasiswa. Kata ini sangat erat sekali kaitannya dengan ikon kekinian. Saat kita dihadapkan dengan foto-foto, video, atau barang-barang dengan gaya atau style yang unik, maka kata kekinian akan melekat pada hal-hal tersebut yang pada akhirnya eksistensi akan menjadi goals tersendiri untuk memiliki hal yang sama. Menurut rekan Muhammad Wildan A, ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’ (PC IPNU) Kota Batu, yang disampaikan pada kegiatan sarasehan PKPT UNISMA pada tanggal 16 oktober 2016 di gedung ‘Usman bin Affan Unisma, bahwa hakikatnya eksistensi merupakan cara kita menunjukkan jati diri pada orang lain dalam konteks positif; yaitu tidak ada unsur kesombongan di dalamnya.
Eksistensi sendiri sangat berperan bagi kemajuan kualitas personal dan komunitas mahasiswa. Seperti halnya ungkapan Rekan Wildan, dalam lingkup personal, eksistensi menjadi tolak ukur mahasiswa untuk memahami karakter atau jati diri orang lain. Kita, kader IPNU dan IPPNU harus bangga untuk menunjukkan jati diri kita sebagai mahasiswa NU. Asah bakat terpendam kita untuk selanjutnya agar bisa berguna dalam meng-upgrade eksistensi pribadi kita atau bahkan komunitas. Dalam lingkup komunitas bahkan lebih dahsyat lagi, kita harus memunculkan dan mengembangkan citra komunitas kita yang dalam hal ini merupakan PKPT kita tercinta, Universitas Islam Malang. Citra yang baik akan menghasilkan eksistensi yang meledak. Bagaimana cara mempertahankan eksistensi komunitas kita? Kembali pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh komunitas tersebut. Kader-kader IPNU dan IPPNU haruslah ber-intelektual tinggi dan pastinya harus diimbangi dengan akhlaqul karimah. Dengan begitu citra baik pun akan melekat pada PKPT yang pada akhirnya akan memperluas lingkup eksistensi itu sendiri.
Rekan Wildan juga berpesan agar menghargai proses yang kita lalui dalam mengupayakan eksistensi PKPT IPNU dan IPPNU Universitas Islam malang ini. Karena, proses tidak akan pernah menghianati hasil. Jadi, jangan pernah setengah-setengah dalam berproses, karena totalitas dalam proses akan berbuah hasil yang juga total.
Sedangkan Rekan A Nur Falahudin U, yang merupakan ketua domisioner IPNU Kabupaten Tuban, memberi beberapa tips untuk mengelola eksistensi PKPT Universitas Islam Malang. Menurut rekan Falahudin, Sosial Media merupakan media yang sangat baik untuk mengembangkan dan memperluas eksistensi PKPT kita, mengingat dewasa ini sosial media sangat banyak digunakan oleh tiap-tiap lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa. Namun, berkecimpung dalam sosial media saja tidak cukup untuk sekedar membangun eksistensi di kalangan mahasiswa. Oleh karenanya, gencatan-gencatan semangat dalam membangun eksistensi PKPT juga harus kita terapkan di dunia nyata, misalkan dengan menunjukkan almamater kita pada khalayak ramai. Tak ada salahnya jika kita menggunakan BDH atau Jas Almamater PKPT ketika kuliah bukan? Jika hal-hal kecil namun penting itu sudah kita terapkan, maka saatnya beralih ke ranah yang lebih lebar dan lebih kuat lagi, yaitu mulai mengadakan event-event besar seperti halnya yang telah kita terapkan beberpa bulan yang lalu; National Islamic Festival. Tidak berhenti disitu saja, menerbitkan buku-buku pedoman untuk kader-kader IPNU dan IPPNU, seperti buku pedoman MAKESTA (red: Masa Kesetiaan Anggota), LAKMUD (red: Latihan Kader Muda), dll juga merupakan ide brilliant rekan Falahudin yang turut disumbangkan pada kami untuk memperluas eksistensi PKPT UNISMA.
Sama halnya dengan rekan Aldy Firmansyah, ketua domisioner Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) Kota Malang, rekan Aldy juga memberikan tips-tips jitu dalam penerapan perluasan eksistensi PKPT IPNU dan IPPNU, khususnya PKPT UNISMA. Namun, satu hal yang menurut kami paling penting dan paling vital, rekan Aldy mengabarkan bahwa beberapa pimpinan perguruan tinggi di Kota Malang —yang merupakan kader NU— melupakan hal kecil namun penting yang seharusnya diaplikasikan dikalangan mahasiswa NU. Yaitu, materi ke-aswajaan yang seharusnya di input kedalam list matakuliah mahasiswa, mengingat betapa pentingnya pengetahuan yang satu ini. Apalagi, masih banyak sebenarnya kade-kader nahdliyyin yang belum memahami dengan betul materi ke-aswajaan.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita move on dari keterbatasan gerakan dalam ranah perjuangan ini. Ayo mulai berjuang lebih gencar bukan hanya untuk memperluas areal eksistensi kita, namun juga berupaya menyampaikan dakwah aswaja di tiap-tiap lapisan masyarakat. Hal ini merupakan tugas kita para mahasiswa nahdliyyin sebagai agents of change bukan? Salam 3B. Belajar, Berjuang, Bertaqwa.

0 komentar:

Posting Komentar